Hukum Mencium Kuburan Menurut Imam Al-Ghazali

Admin 16.37.00

Imam al-Ghazali asy-Syafi’e rahimahullah (505H) berkata mengenai adab menziarahi kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:


وَلَيسَ مِنَ السُّنَّةِ أَن يَمَسَّ الجِدَارَ وَلَا َأن يُقَبِّلَهُ بَلِ الوُقُوفُ مِن بَعدِ أَقرَبُ لِلاحتِرَامِ
"Dan bukanlah sunnah menyentuh dinding (kuburan Nabi) dan bukan juga (sunnah) menciumnya akan tetapi berdiri dari jauh lebih dekat kepada penghormatan (kepada baginda)." [Ihya’ Ulum ad-Din jilid 1, ms. 259]


Katanya lagi ketika mengkritik perbuatan golongan tertentu yang menyentuh dan mencium kuburan:

فَإِنَّ المَسَّ وَالتَّقبِيلَ لِلمَشَاهِدِ عَادَةُ النَّصَارَى وَاليَهُودِ
"Sesungguhnya menyentuh dan mencium kuburan-kuburan merupakan kebiasaan kaum Nasrani (Kristian) dan kaum Yahudi." [Ihya’ Ulum ad-Din jilid 1, ms. 271]

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
5 Januari 2020 pukul 02.05 delete

Bijak atau bodoh, sehingga tak merujuk pada pendapat Ulama yg Lain...?
Coba periksa pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal ttg tabarruk.

Reply
avatar
31 Januari 2021 pukul 01.03 delete

tulisan di atas hanya memang dikhususkan untuk mengutip pendapat imam al-Ghazali, dan lagi pula soal Adab Ziarah ke kuburan.
adapun soal Tabarruk itu kasusnya berbeda lagi.

Para ulama membolehkan dalam hal tabarruk, meskipun terdapat juga para ulama yang melarang, atau memberikan batasan.
semisal Imam Adz-Dzhahabi yang membolehkan mengusap, mencium kuburan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

فإن قيل: فهلا فعل ذلك الصحابة؟ قيل: لأنهم عاينوه حيا وتملوا به وقبلوا يده وكادوا يقتتلون على وضوئه واقتسموا شعره المطهر يوم الحج الأكبر، وكان إذا تنخم لا تكاد نخامته تقع إلا في يد رجل فيدلك بها وجهه، ونحن فلما لم يصح لنا مثل هذا النصيب الأوفر ترامينا على قبره بالالتزام والتبجيل والاستلام والتقبيل (معجم الشيوخ الكبير للذهبي 1/7)

Kalau ada yang bertanya, “Memang (mencium kubur Nabi) itu dilakukan oleh para sahabat ?” Jawabnya: “para sahabat disaat Rasul hidup selalu mencari Rasulullah Saw. secepat mungkin. Saat bertemu, mereka mencium tangannya. Sampai, mereka juga berebut mengumpulkan air wudhu Rasulullah Saw., dan mencari-cari rambutnya yang suci pada momen berhajinya (al-Hajj al-Akbar). Dan, jika Rasul meludah, hampir-hampir ludahnya tidak pernah jatuh kecuali ke tangan sahabatnya, lalu sahabat itu mengusapnya ke wajahnya. Dan kita saat ini ketika tidak menemukan kesempatan yang banyak itu, kami terus mengarah kepada kuburnya dengan cara selalu kesana, mengagungkannya, mengucapkan salam, dan mencium kuburnya. (al-Dzahabi, Mu’jam al-Syuyukh, j. 1 h. 7).

Reply
avatar