Hasil Pusat Kajian Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDI) menetapkan
Sanksi agama bagi pendukung penista agama dan pemilih pasangan calon
pemimpin non-Muslim. Keputusan itu bersumber dari Al Qur’an dan Hadits
Rasulullah Saw dan fatwa para ulama.
Dalam Al Qur’an, Allah Swt mengingatkan dalam surah Ali Imran:152
tentang sumber kekalahan kaum muslimin. Surah Hud: 15-16 tentang akibat
buruk orang yang memilih kepentingan duniawi sebagai orientasi
perjuangannya. Kemudian Surah at-Taubah:113-114: tentang larangan bagi
Nabi saw dan kaum mu’minin memintakan ampun kepada Allah terhadap orang
musyrik. Surah at-Taubah: 80, 84 tentang ditolaknya pertobatan orang
munafik dan larangan al-Quran menyolati dan mendoakan jenazah orang
munafik.
Dalam hadits Anas bin Malik ra: “Setiap ada jenazah yang mau
disholatkan, Nabi saw selalu bertanya: “hal ‘alaa shahibikum daynun,
apakah Sahabat kalian ini tersangkut hutang-piutang.” Sahabat lain
berkata: “huwa ‘alayya, hutangnya aku yang bayar.” Jika tidak, Nabi
bersabda: “shalluw ‘alaa shahibikum”, sholati sahabat kalian itu. (HR
Thabarani, al-Ausath, hadits hasan). Mafhum mukhalafahnya: orang yang
tidak bayar hutang saja, tidak dishalatkan; apalagi yang tingkat
kesalahannya berada di atasnya.
Umar bin Khatthab dan Hudzaifah Ibnul Yaman (ra), tidak mau
menyolati mayat munafik. Zaid bin Wahab meriwayatkan: “seorang dari kaum
munafik, meninggal dunia. Hudzaifah Ibnul Yaman (ra) tidak ikut
terlihat menyolati jenazah. Umar (ra) bertanya: “lima la tushalli”,
Amanil qaumu huwa? Jawab Hudzaifah: “na‘am.” Umar: “Billaahi minhum
anaa?”, demi Allah, termasukkah aku dari mereka. Hudzaifah: “laa, wa
lan akhbar bihi ba‘daka.” Setelah ini, aku tidak akan bocorkan daftar
mereka.”
Dalam Fatwa Penyusun Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah (Juz 21:41): “Nabi
saw tidak menyolati jenazah munafik setelah turunnya surah at-Taubah:
84, dan tidak mendoakannya di kuburan. Mayat Munafik tidak boleh
disholatkan oleh jamaah yang mengetahui bahwa orang itu benar-benar
munafik sewaktu hidupnya. Bagi jamaah yang tidak mengetahuinya, boleh
menyolatkan jenazah orang itu, seperti dilakukan oleh Hudzaifah Ibnul
Yaman dan Umar bin Khatthab ra.
Fatwa Ahlul-‘Ilmi menyebutkan, Fatwa Abu Ishaq as-Syirazi
rahimahullah, Kitab al-Muhadzzab (Juz 1:250) tentang larangan menyolati
jenazah munafik nyata; Fatwa Syekh Bin Baz rahimahullah, Grand Mufti
Saudi Arabia di zamannya:
Soal “jika mayat itu sudah dikenal sebagai munafik, apakah perlu disholat-jenazahkan? Jawabnya, “Jika kemunafikannya sudah terang benderang, maka ia tidak disholatkan. Berdasarkan firman Allah, at-Taubah:84. Jika tanda kemunafikannya, samar. Ia tetap disholatkan. (www.binbaz.org.sa). (desastian)
Soal “jika mayat itu sudah dikenal sebagai munafik, apakah perlu disholat-jenazahkan? Jawabnya, “Jika kemunafikannya sudah terang benderang, maka ia tidak disholatkan. Berdasarkan firman Allah, at-Taubah:84. Jika tanda kemunafikannya, samar. Ia tetap disholatkan. (www.binbaz.org.sa). (desastian)
EmoticonEmoticon