Oleh : Yulian Purnama
Mengangkat tangan ketika sedang berdoa adalah hal yang disyariatkan
dalam Islam. Perbuatan ini merupakan salah satu adab dalam berdoa dan
juga nilai tambah yang mendukung terkabulnya doa. Mari kita bahas secara
rinci bagaimana hukum dan tata caranya.
HUKUM ASAL MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDOA
Tidak kami ketahui adanya perbedaan diantara para ulama bahwa pada
asalnya mengangkat tangan ketika berdoa hukumnya sunnah dan merupakan
adab dalam berdoa. Dalil-dalil mengenai hal ini banyak sekali hingga
mencapai tingkatan mutawatir ma’nawi. Diantaranya hadist Abu Hurairah,
bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ
اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ:
{يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا،
إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ
يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ،
يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ،
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ
لِذَلِكَ؟
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak
menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan
kepada orang mukmin itu sama sebagaimana yang diperintahkan kepada para
Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang
baik dan kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Alla Ta’ala
berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik
yang telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi
menyebutkan cerita seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan
panjang, hingga sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan
tangannya ke langit dan berkata: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’
padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia
diberi makan dari yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR.
Muslim)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika
seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu
Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud 1488,
At Tirmidzi 3556, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’
2070)
As Shan’ani menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan
dianjurkannya mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Hadits-hadits
mengenai hal ini banyak” (Subulus Salam, 2/708)
Demikianlah hukum
asalnya. Jika kita memiliki keinginan atau hajat lalu kita berdoa
kepada Allah Ta’ala, kapan pun dimanapun, tanpa terikat dengan waktu,
tempat atau ibadah tertentu, kita dianjurkan untuk mengangkat kedua
tangan ketika berdoa.
HUKUM MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDOA DALAM SUATU IBADAH
Banyak hadits-hadits yang menyebutkan praktek mengangkat tangan dalam berdoa dalam beberapa ritual ibadah, diantaranya:
1. Ketika berdoa istisqa dalam khutbah
Sahabat Anas bin Malik Radhiallahu’anhu berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua
tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua
tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031,
Muslim no.895)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
“maksudnya, dalam kondisi khutbah Nabi tidak pernah mengangkat kedua
tangannya kecuali (jika dalam khutbah tersebut) beliau berdoa memohon
hujan (istisqa)” (Syarhul Mumthi’, 5/215). Menunjukkan bahwa ini
dilakukan ketika istisqa baik dalam khutbah istisqa, ataupun dalam
khutbah yang lainnya.
2. Ketika berdoa qunut dalam shalat
Sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu:
فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا صَلَّى الْغَدَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا عَلَيْهِمْ
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setiap shalat
shubuh beliau mengangkat kedua tangannya dan mendoakan keburukan bagi
mereka” (HR. Ahmad 12402, dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu
3/500)
Juga banyak diriwayatkan tentang hal ini dari perbuatan
para sahabat Nabi, diantaranya Umar bin Khattab, diceritakan oleh Abu
Raafi’ :
صليت خلف عمر بن الخطاب رضي الله عنه فقنت بعد الركوع ورفع يديه وجهر بالدعاء
“Aku shalat di belakang Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu, beliau
membaca doa qunut setelah ruku’ sambil mengangkat kedua tangannya dan
mengeraskan bacaannya” (HR. Al Baihaqi 2/212, dengan sanad yang shahih)
3. Ketika melempar jumrah
Berdasarkan hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَمَى
الجَمْرَةَ الَّتِي تَلِي مَسْجِدَ مِنًى يَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ،
يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ، ثُمَّ تَقَدَّمَ أَمَامَهَا، فَوَقَفَ
مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ، رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو، وَكَانَ يُطِيلُ
الوُقُوفَ، ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ الثَّانِيَةَ، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ
حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ، ثُمَّ يَنْحَدِرُ ذَاتَ
اليَسَارِ، مِمَّا يَلِي الوَادِيَ، فَيَقِفُ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ
رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو، ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ الَّتِي عِنْدَ
العَقَبَةِ، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ عِنْدَ كُلِّ
حَصَاةٍ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا
“Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika melempar jumrah yang
berdekatan dengan masjid Mina, beliau melemparnya dengan tujuh batu
kecil. Beliau bertakbir pada setiap lemparan lalu berdiri di depannya
menghadap kiblat, berdoa sambil mengangkat kedua tanganya. Berdiri di
situ lama sekali. Kemudian mendatangi jumrah yang kedua, lalu
melamparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir setiap lemparan,
lalu menepi ke sisi kiri Al Wadi. Beliau berdiri mengahadap kiblat,
berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau mendatangi
Jumrah Aqabah, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau
bertakbir setiap lemparan, lalu pergi dan tidak berhenti di situ” (HR
Bukhari 1753)
4. Ketika wukuf di Arafah
Diceritakan oleh Usamah bin Zaid Radhiallahu’anhu:
كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ «فَرَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو
“Aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam di
Arafah. Di sana beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa” (HR. An
Nasa’i 3993, Ibnu Khuzaimah 2824, di shahihkan Al Albani dalam Shahih
Sunan An Nasa’i)
Dan masih banyak dalil yang lain.
Adapun
mengangkat tangan ketika berdoa yang terkait suatu ritual ibadah,
hukumnya kembali pada dalil-dalil ibadah tersebut. Jika terdapat dalil
bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa mengangkat tangan
dalam ibadah tersebut, maka dianjurkan mengangkat tangan. Jika tidak ada
dalil, maka tidak disyari’atkan mengangkat tangan.
Syaikh Abdul
‘Aziz bin Baaz berkata: “Banyak hadits shahih yang menunjukkan bahwa
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat tangan ketika berdoaistisqa,
ketika melempar jumrah yang pertama dan kedua, ketika di awal-awal hari
tasyriq, ketika haji wada, dan pada tempat-tempat yang lain. Namun
setiap ibadah yang dilakukan di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
jika ketika melakukannya beliau tidak mengangkat kedua tangannya,
berarti hal tersebut tidak disyariatkan kepada kita ketika melakukan
ibadah tersebut. Ini dalam rangka meneladani Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Contohnya ketika khutbah jum’at, khutbah Ied, doa di antara
dua sujud dalam shalat, doa-doa dzikir setelah shalat wajib, karena
tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Yang disyariatkan kepada
kita adalah meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam melakukan
suatu atau meninggalkan suatu (dalam ibadah)” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz,
26/144).
Karena dengan mengangkat tangan ketika berdoa yang ada
dalam suatu ibadah, tanpa adanya dalil bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam ini berarti menambah tata cara ibadah tersebut. Contohnya, jika
kita mengangkat tangan ketika membaca doa istiftah dalam shalat (yang
dibaca sebelum Al Fatihah), padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
tidak mencontohkan demikian, maka kita menambah 1 tata cara dalam
shalat.
Tata Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa
Banyak
sekali tata cara mengangkat tangan dalam berdoa yang ada dalam
riwayat-riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat.
Para ulama pun berselisih pendapat dalam sebagian tata cara tersebut
namun khilaf ini merupakan khilaf tanawwu’ (variasi), dibolehkan
mengambil mana saja dari variasi yang ada. Namun mengingkat banyak
sekali praktek mengangkat tangan dalam berdoa yang beredar di
masyarakat, hendaknya kita mencukupkan diri pada praktek-praktek
mengangkat tangan yang dijelaskan oleh para ulama dan tidak mengikuti
cara-cara yang tidak diketahui asalnya.
Jika kita kelompokkan,
praktek-praktek mengangkat tangan dalam berdoa bisa dibagi menjadi tiga.
Sebagaimana pembagian dari sahabat Ibnu ‘AbbasRadhiallahu’anhuma :
المسألة أن ترفع يديك حذو منكبيك أو نحوهما والاستغفار أن تشير بأصبع واحدة والابتهال أن تمد يديك جميعا
“Al Mas’alah adalah dengan mengangkat kedua tanganmu sebatas pundak
atau sekitar itu. Al Istighfar adalah dengan satu jari yang menunjuk. Al
Ibtihal adalah dengan menengadahkan kedua tanganmu bersamaan” (HR. Abu
Daud 1489, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 6694)
JENIS PERTAMA: Al Mas’alah. Merupakan jenis yang umumnya dilakukan
dalam berdoa. Bentuk ini juga yang digunakan ketika membaca doa qunut,
istisqa dan pada beberapa rangkaian ibadah haji. Yaitu dengan membuka
kedua telapak tangan dan mengangkatnya sebatas pundak, sebagaimana
digambarkan oleh Ibnu ‘Abbas. Juga berdasarkan hadits:
إِذَا سَأَلْتُمُ اَللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
“Jika engkau meminta kepada Allah, mintalah dengan telapak tanganmu,
jangan dengan punggung tanganmu” (HR. Abu Daud 1486, dishahihkan Al
Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 595)
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai detail bentuknya:
• Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa kedua telapak tangan dibuka namun
kedua tidak saling menempel, melainkan ada celah diantara keduanya.
(Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
• Ulama
Syafi’iyyah mengatakan telapak tangan mengarah ke langit dan punggung
tangan ke arah bumi, boleh ditempelkan ataupun tidak. Ini dilakukan
dalam doa untuk mengharapkan terkabulnya sesuatu. Sedangkan untuk
mengharapkan hilangnya bala, punggung tangan yang menghadap ke langit,
telapak tangan mengarah ke bumi (yaitu Al Ibtihal). (Lihat Al Mausu’ah
Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
• Sedangkan Hanabilah berpendapat kedua tangan ditempelkan berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذا دَعَا ضم كفيه وَجعل بطونهما مِمَّا يَلِي وَجهه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berdoa beliau
menempelkan kedua telapak tangannya dan melihat pada kedua telapak
tangannya” (HR. Ath Thabrani 5226, sanad hadits ini dhaif sebagaimana
dikatakan oleh Al ‘Iraqi dalam Takhrijul Ihya 1/326). (Lihat Al Mausu’ah
Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
• Syaikh Shalih Alu Asy
Syaikh menjelaskan lebih detil jenis ini: “Mengangkat kedua tangannya
dengan telapak tangan terbuka di depan dada, tepatnya di pertengahan
dada. Umumnya bentuk ini yang digunakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam berdoa. Namun terkadang beliau beliau berdoa di Arafah
dengan cara begini: mengangkat kedua tangannya tepatnya dipertengahan
dada lalu menengadahkannya sebagaimana orang yang meminta makanan, tidak
meletakannya dekat wajah namun juga tidak jauh dari wajah dan masih
dikatakan ada di pertengahan dada. Juga dengan membuka kedua telapaknya
bagaikan orang miskin yang meminta makanan” (Syarh Arba’in An
Nawawiyyah, 1/112)
• Syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan cara lain:
“Boleh juga seseorang menutup wajahnya dengan telapak tangannya dan
kedua punggung tangannya menghadap kiblat” (Tas-hih Ad Du’a, 1/117)
JENIS KEDUA: Al Istighfar. Yaitu dengan mengangkat tangan kanan dan
jari telunjuk menunjuk ke atas. Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh mengatakan:
“Cara ini khusus bagi khatib yang berdiri. Jika ia berdoa, cukup jari
telunjuknya menunjuk ke atas. Ini simbol dari doa dan tauhidnya. Tidak
disyariatkan bagi khatib mengangkat kedua tangannya (ketika berdoa) jika
ia berkhutbah sambil berdiri di atas mimbar atau di atas benda lainnya,
kecuali jika sedang berdoa istisqa (maka boleh mengangkat kedua
tangan)” (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112). Termasuk dalam jenis ini,
khatib jum’at yang membaca doa, yang sesuai sunnah adalah dengan
mengacungkan telunjuknya ke langit ketika sedang berdoa.
Dalil dari jenis ini diantaranya hadits:
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ، قَالَ: رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ
عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ، فَقَالَ: «قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ
الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ
بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ»
“Dari ‘Umarah bin Ru’aybah, ia
berkata bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya
(ketika menjadi khatib) di atas mimbar. ‘Umarah lalu berkata kepadanya:
‘Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu ini, karena aku telah melihat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika menjadi khatib tidak
menambah lebih dari yang seperti ini: (Umarah lalu mengacungkan jari
telunjuknya)‘” (HR. Muslim, 847)
JENIS KETIGA: Al Ibtihal. Yaitu
dengan bersungguh-sungguh mengangkat kedua tangan ke atas dengan sangat
tinggi hingga terlihat warna ketiak. Boleh juga hingga punggung tangan
menghadap ke langit dan telapaknya menghadap ke bumi. Jenis ini
dilakukan ketika keadaan benar-benar sulit, mendapat musibah yang sangat
berat, sedang sangat-sangat mengharapkan sesuatu, atau berdoa dalam
keadaan sangat berduka, atau ketika istisqa (memohon hujan). Diantara
dalil dari jenis ini adalah hadits Anas bin Malik Radhiallahu’anhu :
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua
tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua
tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031,
Muslim no.895)
Juga dalam hadits lain dari Anas bin Maalik Radhiallahu’anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى، فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
“Pernah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ber-istisqa (meminta hujan),
beliau mengarahkan punggung tangannya ke langit” (HR. Muslim 895)
Semoga bermanfaat.
EmoticonEmoticon